Selamat datang di blog kami, semoga tulisan dan artikel di blog ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam melestarikan dan nguri-uri budaya keris & tosan aji. Apabila ada masukan, saran dan hal yang ingin didiskusikan silakan isi komentar di blog kami atau berkunjung langsung ke rumah kami. - Mentaok Keris -
Contact Person
Kardono
Jl. Parangtritis km. 19,5 Paker, Mulyodadi, Bambanglipuro
Selokan Mataram : Sejarahnya Dulu Bernama Kanal Yoshiro Legenda berkisah tentang sabda Sunan Kalijaga, bahwa bumi Mataram akan subur dan rakyatnya makmur apabila Sungai Progo dan Sungai Opak disatukan. Pada masa itu, mungkin sabda itu terdengar sebagai kutukan sebab menyatukan dua sungai yang saling berjauhan, satu di tepi barat dan satunya di tepi timur wilayah Mataram, adalah mustahil. Sebelum Perang Dunia II, dataran rendah luas di antara kedua sungai besar itu, yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakara, merupakan daerah minus. Tanaman pangan hanya bisa disuahakan pada musim hujan. Tak ada harapan jika kemarau datang.
Sejarah Selokan Mataram sendiri pada mulanya bernama Kanal Yoshiro, mungkin kita akan bertanya-tanya kok namanya berbau Negeri Sakura? Menurut sejarah, Selokan Mataram sendiri dibangun pada masa penjajahan Jepang. Pembangunan kanal ini diprakarsai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk menghindarkan masyarakat Jogja dari kerja paksa (Romusha). Dengan berpikir cerdik, Sri Sultan mengusulkan kepada Jepang agar warganya diperintahkan untuk membangun sebuah selokan saluran air yang menghubungkan Kali Progo di barat dan Sungai Opak di timur. Dengan demikian lahan pertanian di Yogyakarta yang kebanyakan lahan tadah hujan dapat diairi pada musim kemarau sehingga mampu menghasilkan padi dan bisa memasok kebutuhan pangan Tentara Jepang. Selokan Mataram sendiri memiliki panjang 31,2 km. Saluran ini berhulu di selokan Van Der Wijck yaitu di dusun Macanan, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang. Selain sebagai saluran irigasi untuk 20.187 hektar sawah yang berada di hilir atau mendekati Sungai Opak, Selokan Mataram kini dijadikan area bisnis di sepanjang alurnya dan juga jalan inspeksi yang terletak di ruas Jl. Seturan – Jl, Affandi sangat ramai digunakan pengendara sebagai jalur alternatif. Selokan yang hadir lebih awal kemudian dianggap asing dan dipinggirkan. Selokan dianggap seperti tempat pembuangan sampah. Mulai dari botol air mineral, kantong plastik, hingga sampah – sampah rumah tangga lainnya berserakan di ruas selokan. Bukan hanya itu, pembuangan limbah cair dan padat dari rumah tangga ataupun usaha – usaha kecil yang menjamur di sana tentunya membuat dasar selokan lebih cepat ditumpuki sedimen dan saluran cepat kotor. Tercemarnya air oleh berbagai limbah juga diyakini memperburuk mutu air yang menurunkan kualitas tanaman pemakai air tersebut. Kesadaran lingkungan yang rendah terhadap kebersihan Selokan Mataram sangat memprihatinkan Namun Kegiatan Yang digalang oleh komunitas berikut dapat menjadi inspirasi bagi kita. Baca beritanya di sini. Bagaimana tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah ini?. Berita selengkapnya baca di sini.
Selokan Mataram : Sejarahnya Dulu Bernama Kanal Yoshiro
BalasHapusLegenda berkisah tentang sabda Sunan Kalijaga, bahwa bumi Mataram akan subur dan rakyatnya makmur apabila Sungai Progo dan Sungai Opak disatukan. Pada masa itu, mungkin sabda itu terdengar sebagai kutukan sebab menyatukan dua sungai yang saling berjauhan, satu di tepi barat dan satunya di tepi timur wilayah Mataram, adalah mustahil.
Sebelum Perang Dunia II, dataran rendah luas di antara kedua sungai besar itu, yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakara, merupakan daerah minus. Tanaman pangan hanya bisa disuahakan pada musim hujan. Tak ada harapan jika kemarau datang.
Sejarah Selokan Mataram sendiri pada mulanya bernama Kanal Yoshiro, mungkin kita akan bertanya-tanya kok namanya berbau Negeri Sakura? Menurut sejarah, Selokan Mataram sendiri dibangun pada masa penjajahan Jepang. Pembangunan kanal ini diprakarsai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk menghindarkan masyarakat Jogja dari kerja paksa (Romusha). Dengan berpikir cerdik, Sri Sultan mengusulkan kepada Jepang agar warganya diperintahkan untuk membangun sebuah selokan saluran air yang menghubungkan Kali Progo di barat dan Sungai Opak di timur. Dengan demikian lahan pertanian di Yogyakarta yang kebanyakan lahan tadah hujan dapat diairi pada musim kemarau sehingga mampu menghasilkan padi dan bisa memasok kebutuhan pangan Tentara Jepang.
Selokan Mataram sendiri memiliki panjang 31,2 km. Saluran ini berhulu di selokan Van Der Wijck yaitu di dusun Macanan, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang. Selain sebagai saluran irigasi untuk 20.187 hektar sawah yang berada di hilir atau mendekati Sungai Opak, Selokan Mataram kini dijadikan area bisnis di sepanjang alurnya dan juga jalan inspeksi yang terletak di ruas Jl. Seturan – Jl, Affandi sangat ramai digunakan pengendara sebagai jalur alternatif. Selokan yang hadir lebih awal kemudian dianggap asing dan dipinggirkan. Selokan dianggap seperti tempat pembuangan sampah. Mulai dari botol air mineral, kantong plastik, hingga sampah – sampah rumah tangga lainnya berserakan di ruas selokan. Bukan hanya itu, pembuangan limbah cair dan padat dari rumah tangga ataupun usaha – usaha kecil yang menjamur di sana tentunya membuat dasar selokan lebih cepat ditumpuki sedimen dan saluran cepat kotor. Tercemarnya air oleh berbagai limbah juga diyakini memperburuk mutu air yang menurunkan kualitas tanaman pemakai air tersebut.
Kesadaran lingkungan yang rendah terhadap kebersihan Selokan Mataram sangat memprihatinkan Namun Kegiatan Yang digalang oleh komunitas berikut dapat menjadi inspirasi bagi kita. Baca beritanya di sini. Bagaimana tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah ini?. Berita selengkapnya baca di sini.